JEPANG

Rekomendasi 5 Wisata Pedesaan Tradisional Jepang Untuk Liburan Musim Dingin Bersalju

Rekomendasi 5 Wisata Pedesaan Tradisional Jepang Untuk Liburan Musim Dingin Bersalju
Rekomendasi 5 Wisata Pedesaan Tradisional Jepang Untuk Liburan Musim Dingin Bersalju

JAKARTA - Ketika musim dingin tiba, Jepang berubah menjadi negeri dengan wajah yang sama sekali berbeda.

Salju turun perlahan, suhu menurun drastis, dan lanskap alam tampak lebih hening. Bagi sebagian wisatawan, musim ini bukan sekadar waktu untuk bermain salju atau berburu pemandian air panas, melainkan kesempatan untuk menyelami sisi Jepang yang lebih tenang dan autentik. 

Salah satu cara terbaik untuk merasakannya adalah dengan menjelajahi pedesaan tradisional yang masih mempertahankan budaya dan arsitektur khas.

Jepang memang dikenal luas melalui kota-kota modernnya, seperti Tokyo atau Osaka. Namun, di balik gemerlap perkotaan, terdapat desa-desa tradisional yang justru menghadirkan pengalaman musim dingin yang lebih mendalam. 

Rumah kayu beratap jerami yang tertutup salju, jalanan sunyi, serta kehidupan masyarakat lokal yang berjalan perlahan menciptakan suasana yang sulit ditemukan di kota besar.

Musim dingin di pedesaan Jepang juga menawarkan berbagai aktivitas menarik. Wisatawan dapat belajar tentang budaya lokal, mencicipi kuliner khas daerah, hingga menikmati pemandangan alam yang tampak dramatis saat tertutup salju.

 Bagi yang ingin merasakan liburan musim dingin dengan nuansa berbeda, berikut lima destinasi pedesaan tradisional di Jepang yang patut dipertimbangkan.

1. Ine-cho, Kyoto

Ine-cho merupakan desa nelayan yang terletak di Teluk Wakasa, Prefektur Kyoto. Desa ini terkenal dengan rumah panggung unik bernama funaya. 

Rumah perahu tersebut memiliki dua fungsi utama, yakni lantai pertama sebagai tempat menyimpan perahu, dan lantai atas sebagai ruang tinggal. Arsitektur ini dirancang khusus untuk menghadapi kondisi pesisir yang rawan pasang surut air laut.

Sebagian besar pemilik funaya juga memiliki rumah lain yang terletak di seberang jalan, sedikit menjauh dari tepi laut. Seiring berkembangnya pariwisata, beberapa funaya kini difungsikan sebagai penginapan. Wisatawan pun dapat merasakan langsung pengalaman tinggal di desa nelayan layaknya penduduk setempat.

Selain bermalam, pengunjung dapat menikmati keindahan Ine-cho dengan mengikuti tur perahu yang mengelilingi teluk. Musim dingin menjadi waktu yang tepat untuk berkunjung, khususnya pada pagi atau malam hari antara Januari hingga Februari. 

Pada periode ini, salju biasanya lebih tebal sehingga atap rumah dan pelabuhan terlihat lebih magis. Namun karena berada di wilayah pesisir, salju di Ine-cho cenderung mencair lebih cepat saat siang hari.

2. Takayama, Gifu

Takayama di Prefektur Gifu dikenal sebagai kota tua yang dijuluki Little Kyoto. Wilayah ini menjadi destinasi favorit saat musim dingin karena menawarkan suasana tradisional yang kental dengan latar alam bersalju. 

Salah satu daya tarik utama Takayama adalah Hida Folk Village, sebuah museum terbuka yang menampilkan rumah pertanian dan bangunan tradisional khas wilayah Hida.

Pada awal musim dingin, sekitar bulan Desember, suhu udara di Takayama berkisar antara -4 hingga -2 derajat Celsius. Rumah-rumah beratap jerami yang tertutup salju menjadi pemandangan yang sangat dinantikan wisatawan. 

Di desa ini, pengunjung dapat berjalan santai sambil mengamati aktivitas sehari-hari masyarakat lokal dengan suasana yang damai.

Sebagai kota bersejarah, Takayama juga memiliki jalan-jalan sempit dengan bangunan kayu tradisional, toko-toko kecil, serta restoran khas. 

Wisatawan dapat mengikuti upacara minum teh tradisional Jepang, mencicipi hot pot daging sapi Hida yang terkenal, hingga bersantai di onsen dari sumber air panas alami setelah seharian berkeliling.

3. Shirakawa-go, Gifu

Masih di Prefektur Gifu, terdapat desa tradisional lain yang sangat terkenal, yakni Shirakawa-go. Desa yang berada di kawasan pegunungan ini telah ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO pada 1995. Ciri khasnya adalah deretan rumah tradisional beratap jerami yang disebut gassho zukuri.

Arsitektur gassho zukuri di Shirakawa-go dirancang khusus untuk menghadapi salju tebal. Bentuk atapnya menyerupai buku terbuka yang disangga sampulnya, sehingga salju mudah meluncur turun. 

Pada masa Zaman Edo dan Showa, bagian loteng rumah digunakan sebagai ruang kerja bertingkat, yang dibagi menjadi dua hingga empat lapisan untuk beternak ulat sutra.

Saat ini, Shirakawa-go berfungsi sebagai museum terbuka sekaligus destinasi wisata populer, terutama saat acara Shirakawa-go Winter Light Up. Pada bulan Januari dan Februari, rumah-rumah gassho zukuri diterangi cahaya lampu pada sore hingga malam hari. 

Perlu diperhatikan, suhu musim dingin di desa ini dapat mencapai -6 hingga -5 derajat Celsius, dengan ketebalan salju mencapai 2–3 meter.

4. Ouchijuku, Fukushima

Di Prefektur Fukushima, terdapat desa bersejarah bernama Ouchijuku. Desa ini dulunya merupakan kota pos di jalur perdagangan Aizu–Nishi Kaido yang menghubungkan Aizu dan Nikko pada Zaman Edo. Kota pos ini dibangun untuk menyediakan makanan, akomodasi, serta tempat beristirahat bagi para pelancong.

Ouchijuku telah dipugar dengan tetap mempertahankan suasana masa lalu. Kabel telepon dan listrik sengaja dikubur agar tampilan desa menyerupai kondisi Zaman Edo. Jalan utama tidak diaspal, sementara rumah-rumah tradisional beratap jerami difungsikan sebagai toko, restoran, dan penginapan.

Daya tarik lainnya terletak pada kuliner khas berupa mi soba dan ikan tangkapan lokal yang dipanggang. Wisatawan yang ingin melihat interior rumah tradisional Jepang dapat mengunjungi bekas honjin, yakni penginapan utama bagi pejabat tinggi pemerintah, yang kini difungsikan sebagai museum. 

Untuk pengalaman musim dingin yang lebih meriah, Ouchijuku dapat dikunjungi saat Festival Salju Ouchijuku pada akhir pekan kedua Februari.

5. Saiko Iyashi no Sato Nenba, Yamanashi

Saiko Iyashi no Sato Nenba terletak di barat laut Danau Saiko, salah satu dari Lima Danau Fuji. Desa ini dahulu dikenal dengan rumah-rumah tradisional dan gaya hidupnya, bahkan sempat disebut sebagai desa terindah di Jepang. 

Namun pada 1966, topan besar menyebabkan banjir dan tanah longsor yang menghancurkan lebih dari 90 persen wilayah desa.

Pada 2006, Nenba dibangun kembali dengan pendekatan tradisional. Sekitar 20 rumah beratap jerami direkonstruksi menggunakan teknik lama, pemanfaatan kayu tua, dan dirancang untuk menonjolkan keindahan alam seperti kondisi desa sebelumnya. 

Kini, Nenba berfungsi sebagai museum terbuka dan pusat pertukaran pariwisata yang menampilkan sejarah, budaya, serta lingkungan alam.

Desa ini dapat dikunjungi sepanjang tahun dengan panorama yang selalu berubah. Saat musim dingin, rumah-rumah tradisional tertutup salju dengan latar Gunung Fuji yang megah. Pengunjung juga dapat menyewa kostum, seperti yukata, kimono, hingga baju zirah, untuk berswafoto dan menambah pengalaman wisata yang berkesan.

Menjelajahi pedesaan tradisional Jepang di musim dingin memberikan pengalaman yang jauh melampaui liburan biasa. Keheningan, salju yang menyelimuti desa, serta kehidupan lokal yang masih terjaga menjadikan perjalanan terasa lebih bermakna. 

Bagi pencinta budaya dan suasana autentik, pedesaan Jepang menawarkan potret musim dingin yang hangat di tengah udara dingin.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index