JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan harapannya agar negosiasi tarif antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) dapat rampung pada akhir tahun 2025.
Menurut Airlangga, penyelesaian negosiasi ini sangat penting untuk menjaga hubungan perdagangan bilateral sekaligus memastikan kepentingan ekonomi nasional tetap terlindungi.
“Kita sepakat untuk menyelesaikan apa yang sudah disepakati oleh Leaders Declaration pada tanggal 22 Juli. Dengan demikian, dalam waktu singkat (pekan depan), delegasi Indonesia akan berangkat lagi ke Washington, dan harapannya di akhir tahun kita bisa selesaikan apa yang sudah kita mulai,” ujarnya.
Airlangga menekankan bahwa upaya penyelesaian ini merupakan kelanjutan dari kesepakatan yang dicapai kedua pemimpin negara pada pertemuan sebelumnya, sekaligus menegaskan posisi Indonesia sebagai salah satu negara mitra dagang strategis Amerika Serikat.
Negosiasi tarif ini akan mencakup berbagai sektor penting yang menjadi tulang punggung perdagangan antara kedua negara, termasuk sektor energi, pertanian, dan produk manufaktur.
Pertemuan dengan Perwakilan Dagang AS
Airlangga bertemu dengan Perwakilan Dagang AS, Jamieson Greer, untuk membahas kelanjutan negosiasi tarif resiprokal antara Indonesia dan AS.
Dalam pertemuan tersebut, kedua pihak membahas langkah-langkah teknis dan administratif untuk menyelesaikan kesepakatan tarif, termasuk pemetaan komoditas yang akan terkena pengaturan khusus. Hasil pertemuan itu kemudian dilaporkan kepada Presiden RI Prabowo Subianto pada pagi harinya.
“Tadi pagi saya juga sudah melaporkan ke Bapak Presiden mengenai hasil pembicaraan tadi malam, dan ini adalah satu hal yang sangat positif karena Indonesia merupakan negara ketiga yang sudah sepakat dengan Amerika Serikat. Jadi, Amerika mengapresiasi Indonesia,” jelas Airlangga.
Pertemuan ini menunjukkan adanya kemajuan nyata dalam proses perundingan dan menjadi sinyal positif bagi kedua negara bahwa kesepakatan dapat dicapai sebelum akhir tahun.
Selain itu, pertemuan ini menekankan pentingnya dialog berkelanjutan antara kedua pihak untuk menyesuaikan kepentingan perdagangan yang saling menguntungkan.
Hal ini menjadi langkah strategis untuk meminimalkan potensi konflik dagang dan memastikan kelancaran arus ekspor-impor, sekaligus memberikan kepastian bagi pelaku industri dan eksportir Indonesia.
Komoditas Indonesia dalam Kesepakatan Tarif
Salah satu aspek penting dari negosiasi ini adalah pengaturan tarif untuk berbagai komoditas unggulan Indonesia yang diekspor ke AS. Komoditas yang tidak diproduksi di AS akan mendapatkan tarif 0 persen, seperti minyak sawit mentah (CPO), karet, teh, kopi, dan berbagai produk karet lainnya.
Sementara itu, tarif untuk sektor tekstil dan alas kaki masih dalam tahap pembahasan, karena membutuhkan kajian lebih mendalam terkait kapasitas produksi dan dampak bagi industri domestik.
Langkah ini menjadi signifikan karena dapat meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar AS. Dengan adanya tarif 0 persen untuk komoditas strategis, pelaku industri di Indonesia dapat memaksimalkan ekspor mereka tanpa terbebani biaya tambahan.
Sebelumnya, AS telah menurunkan tarif impor dari Indonesia menjadi 19 persen dari 32 persen, yang menjadi awal kesepakatan dan fondasi bagi negosiasi lebih lanjut.
Selain itu, pengaturan tarif ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian dan perkebunan, serta memberikan manfaat langsung kepada para petani dan produsen lokal.
Kebijakan tarif yang adil ini diharapkan juga memperkuat posisi Indonesia dalam perdagangan global dan menciptakan citra negara yang proaktif dan kompetitif di mata mitra dagang internasional.
Komitmen Impor dan Investasi sebagai Bagian Negosiasi
Tidak hanya membahas tarif, negosiasi juga mencakup komitmen Indonesia untuk menambah impor dari AS guna menyeimbangkan neraca perdagangan.
Dalam paket kesepakatan yang tengah dibahas, Indonesia menargetkan impor energi dari AS hingga 15 miliar dolar AS, sementara impor produk pertanian direncanakan mencapai 4,5 miliar dolar AS.
Hal ini menunjukkan adanya pertukaran keuntungan yang seimbang bagi kedua negara dan mencerminkan strategi diplomasi ekonomi yang terukur.
Di sektor investasi, terdapat rencana pembangunan fasilitas blue ammonia di AS dengan nilai investasi mencapai 10 miliar dolar AS, serta proyek-proyek tambahan di Indonesia yang juga akan melibatkan investor AS.
Komitmen investasi ini diharapkan dapat membuka lapangan kerja baru, meningkatkan kapasitas produksi nasional, serta mendorong transfer teknologi yang bermanfaat bagi industri Indonesia.
Langkah ini sekaligus menegaskan peran Indonesia sebagai mitra strategis AS di kawasan Asia Tenggara. Dengan adanya kesepakatan investasi yang jelas, kedua negara dapat memperkuat kerja sama di berbagai sektor, mulai dari energi, teknologi, hingga sektor industri strategis lainnya.
Optimisme Penyelesaian Negosiasi Tahun Ini
Airlangga menekankan bahwa Presiden Prabowo Subianto menargetkan negosiasi tarif ini dapat selesai sebelum akhir tahun 2025, sambil tetap mengedepankan kepentingan bersama bagi kedua negara.
“Harapannya sampai dengan akhir tahun ini, apa yang sudah diperjanjikan oleh kedua pemimpin, yaitu Presiden Prabowo dan Presiden Trump, bisa dituangkan di dalam draft agreement,” ujar Menko Ekonomi.
Penyelesaian negosiasi ini tidak hanya akan memperkuat hubungan perdagangan, tetapi juga memberikan kepastian hukum bagi pelaku industri, eksportir, dan investor di kedua negara.
Keberhasilan negosiasi ini menjadi langkah strategis untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional, meningkatkan ekspor, menarik investasi baru, serta mendorong pertumbuhan sektor industri dan energi.
Selain itu, kesepakatan ini juga menjadi momentum penting bagi Indonesia untuk menunjukkan kemampuannya dalam diplomasi ekonomi global.
Dengan menyelesaikan perundingan sebelum akhir tahun, Indonesia dapat mengamankan posisi perdagangan yang menguntungkan, sekaligus mempersiapkan diri menghadapi tantangan ekonomi internasional pada tahun mendatang.
Secara keseluruhan, negosiasi tarif ini mencerminkan sinergi antara kebijakan pemerintah pusat, pelaku industri, dan mitra internasional dalam menciptakan perdagangan yang berkelanjutan dan seimbang.
Keberhasilan penyelesaian negosiasi akan menjadi tonggak penting dalam memperkuat posisi Indonesia sebagai negara perdagangan yang kompetitif dan proaktif di dunia internasional.